Berharap Terminal di Indonesia Bebas Calo Seperti di Australia
Gambar: Eko Sulistyono |
Keberadaan calo tiket di terminal memang menyebalkan. Saking menyebalkanya, calo tiket juga bisa membuat kita malas naik bus dan memilih kendaraan pribadi. Tidak seperti di Australia. Moda transportasi tersebut sudah diatur sedemikian rupanya oleh pemerintah setempat. Sehingga, bisa dipastikan, tidak ada calo tiket bus seperti terminal yang ada di Indonesia.
Dinas perhubungan kita nampaknya harus banyak-banyak melakukan studi banding di Australi. Pelayanan yang ramah, kebersihan terminal yang terjaga, dan mengurangi abang-abang calo setidaknya bisa dijadikan prioritas.
Begitu tiba di Brisbane Internasional Airport (10/9) lalu, saya langsung keluar menuju halte bus terdekat. Jaraknya hanya sekitar 100 meter dari pintu keluar bandara. Di sana, saya mencari bus berwarna orange bertuliskan NSW TransLink atau New South Wales TransLink. Itu merupakan bus yang menghubungkan rute-rute perkotaan di Brisbane. Belum sampai 5 menit, bus yang ditunggupun sudah tiba.
Karena masih ragu, saya coba bertanya kepada seseorang di sekitar halte. "Apakah bus ini menuju Woolworths?" tanyaku. Diiyakan. Woolworths merupakan tempat perbelanjaan di area bandara Brisbane. Setelah yakin, saya langsung naik bus dan duduk di samping sang driver menuju Woolworths. Tujuanya untuk membeli SIM card setempat.
Bus NSW TransLink itu yang mengemudikan adalah perempuan. Saya tidak tanya namanya. Selama perjalanan ke Woolworths, sang driver nampak mahir. Kalau saya lihat profesionalitasnya dalam mengemudikan bus tidak kalah dengan sopir-sopir pria yang mengemudikan Trans Semarang, TransJogja, atau bus antar kota antar provinsi Surabaya-Jogja macam Eka, Mira, maupun Sugeng Rahayu.
Empat kali saya naik TransLink di Brisbane. Dua driver diantaranya memang merupakan perempuan. Saya sempat kagum. Sebab di Indonesia, saya masih jarang (bukan berarti tidak pernah) menemukan driver bus seorang perempuan. Nah, di sini, dari empat bus yang saya tumpangi, dua di antaranya adalah perempuan yang mengemudikan. Jadi, kalau diambil sampling dalam penelitian kuantitatif, perbandinganya adalah 50:50. Kalau kalian masih ngotot karena tidak semudah itu mengambil sampel, kalian berarti kritis.
Bukan hanya menggunakan bus di dalam kota Brisbane. Sesekali, saya juga sempat menggunakan NSW TransLink itu antar kota. Dari Brisbane menuju Coffs Harbour yang berjarak sekitar 300 km. Tentu saja, pemberangkatanya dari terminal di kota Brisbane.
Namun terminal di Brisbane, tidak seperti terminal-terminal yang kebanyakan ada di Indonesia. Masih kotor, banyak pedagang asongan, pengamen, dan abang-abang calo. Bisa dipastikan di Brisbane ini tidak ada.
Kebersihan terminal di Brisbane sangatlah terjaga. Jarang sekali masyarakat membuang sampah sembarangan. Kalau tetap membandel, mungkin bisa kena denda. Karena kamera CCTV terpasang dimana-mana. Apalagi tong sampah juga banyak tersedia.
Sementara, terminal-terminal yang ada di Indonesia masih jauh dari kata bersih dan nyaman. Kalau tidak percaya coba datang ke Terboyo dan Bungurasih. Meski ada sejumlah CCTV yang terpasang dan juga tong sampah, solah pengunjung terminal tidak peduli itu. Los wae gak mikir.
Bukan hanya itu. Sebagai orang baru yang mencari terminal bus di Brisbane, saya juga banyak bertanya kepada orang-orang. Mulai dari sesama calon penumpang, security di terminal, dan coach servis di sana. Namun tidak ada tuh, calo yang tiba-tiba datang menawarkan tiket kepada saya dengan memaksa.
Selain penjagaan yang ketat, sistim pembelian tiket bus secara online mungkin menjadi alasan tidak adanya calo itu. Mungkin saja.
Sekali lagi, coba bandingkan dengan terminal-terminal yang ada di Indonesia. Di Terboyo, Bungurasih maupun terminal terminal lainya. Misalnya, di suatu hari saya pernah pergi ke Bali dari Surabaya melalui jalur darat. Surabaya-Banyuwangi menggunakan kereta api lalu perjalanan Gilimanuk-Denpasar dilanjutkan menggunakan bus.
Begitu hendak kembali menuju Surabaya, saya juga berniat mengguanakan bus. Melalui terminal Mengwi. Sebagai orang baru tentu saya masih bingung dimana loket pembelian tiketnya. Nampaknya, kebingungan saya itulah yang dimanfaatkan para calo. Begitu masuk terminal, saya langsung ditarik dan dipakasa membeli tiketnya. Saya sempat menolak. Percekcokan tidak bisa dihindarkan. Menyebalkan.
Ini bagian dari keluhan ciyus. Datang dari lubuk hati paling dalam. Bagiamana bisa, saya sebagai orang asing yang baru saja tiba di Australia saja bisa merasa aman tanpa gangguan calo tiket bus di negara orang itu? sementara, saya malah pernah kena calo di negara sendiri. (*)
Komentar
Posting Komentar