Berbenah Setelah Kedatangan Ganjar Di Jrahi

doc: Karang taruna Jrahi

Kedatangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Jrahi (4/11) lalu harus dijadikan momentum untuk terus berbenah. Setelah mendapat julukan Kampung Pancasila, Jrahi harus bisa menarik perhatian bapaknya itu di sektor yang lain. Misalnya, soal desa transparan, desa  dengan penghasilan paling tinggi se-Jateng, atau desa dengan tingkat kesehatan yang paling layak. Amiiin.

Beberapa hari terakhir saya plesiran di kota Jogja. Waktu di kota pelajar itu tidak saya sia-siakan untuk mengunjungi sejumlah tempat wisata yang belakangan ngehits. Salah satunya puncak Sosok di dusun Jambon, desa Bawuran, Kecamatan Pleret, Bantul. Destinasi yang ditawarkan mirip-mirip bukit Bintang yang juga tidak jauh dari sana. Yakni melihat kota Jogja dari ketinggian.

Bedanya, di puncak Sosok, para pengunjung juga bisa melihat puluhan atau bahkan mungkin ratusan sapi yang ada di sisi kanan bawah Puncak Sosok. Sapi-sapi itu mencari makan di antara tumpukan sampah di Pempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. Bangunan-bangunan warung bergaya khas, tempat nongkrong yang lebih variatif, juga menjadi daya tawar yang tidak kalah memikat.

Pengelolaan potensi alam di sana nampaknya cukup profesional. Bukan hanya mengandalkan potensi alam, untuk mewujudkan destinasi sekeren itu, masyarakat sekitar nampak terlibat aktif "sengkuyung".

Bukan hanya itu. Selain sekedar menikmati keindahan alam dan berbagai fasilitas yang disediakan pengelola, saya sendiri banyak belajar dari sana. Suatu saat, mungkin bisa saya adopsi ke kampung. "Kan kampungku jauh dari perkotaan? udah yakin saja dulu".


Secara geografis, Puncak Sosok memang lebih dekat dari pusat kota pelajar tersebut. Dari kawasan kebun binatang Gembira Loka, hanya butuh waktu kurang dari satu jam untuk sampai di lokasi tujuan. Yang bikin lama, jalan perkampungan menuju lokasi. Jalanya berkelok dan banyak gelombang. Sebagian jalan cor bahkan sudah rusak.

Sekitar pukul 15.00 akhirnya perjalanan saya mencapai puncak. Di sana sudah ada tiga orang petugas (kalau tidak salah) yang berjaga di depan pintu masuk Puncak Sosok. Mereka berbagi tugas. Ada yang memberi karcis untuk para pengunjung ada menata parkir. Namun para petugas itu tidak menentukan tarif. Mereka bilang uang masuk boleh seikhlasnya. Alhamdulillah..orang Jogja emang the best ya.

Di jam itu memang belum banyak pengunjung yang datang. Kalau tidak salah, belum ada sekitar sepuluh orang.
Suasana yang masih sepi itulah yang membuat saya untuk segera mencari spot-spot menarik yang saya lihat melalui Instagram sebelumnya. Tujuanya, tentu saja untuk berswafoto.

Benar, di tempat itu memang tidak biasa. Saya bisa melihat pemandangan TPA Piyungan beserta puluhan ekor sapi yang mencari makan di sana. Pemandangan itu langsung saya jadikan background foto.  Sementara di sisi depan ada pemandangan jantung kota Jogja yang jelas terlihat dari ketinggian.

Semakin sore pengunjung yang datang semakin banyak. Ada yang menggunakan sepeda motor, mobil, dan sepeda onthel untuk mencapai puncak.
Puncak Sosok semakin riuh dengan canda tawa. Di kanan kiri saya banyak pasangan muda mudi yang sibuk dengan smartphone milik mereka untuk mendapat gambar terbaik. Sampai malam, para pengunjung tadi juga masih saja ramai. Jumlahnya mungkin mencapai 200-an orang. Pemandangan lampu di pusat kota juga nampak makin indah nan memukau.

Ramainya destinasi wisata baru itu jelas membawa banyak dampak positif ke warga di desa setempat. Seperti penjaga parkir dan para pedagang yang juga ikut ketiban rejeki. Semenjak dibangun di tahun 2017 lalu, Puncak Sosok patut saya sebut sebagai salah satu destinasi baru yang paling memukau di kota ini.

Desa lain juga bisa mencontoh dusun Jambon yang berhasil menarik wisatawan untuk kemaslahatan warga setempat. Saya percaya setiap desa memiliki kadar keindahan yang berbeda-beda. Tapi yang pasti, asal dikelola dengan baik, hasilnya tidak akan mengecewakan.

Nah, di Jrahi sendiri ada tempat wisata Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Katanya. Sayang, pengelolaanya masih belum maksimal. Ada baiknya, kalau pejabat desa tidak mampu, penyelenggaraanya bisa melibatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Selanjuntnya, mari pikirkan cara untuk mengoptimalkan program-program di sektor lain. Seperti pendidikan, kesehatan, dan pertanian.

Saya tentu sangat berharap hal itu bisa terwujud. Apalagi, belakangan ini, Ganjar usai mengunjungi Jrahi. Ganjar ibarat bapak yang mengunjungi anaknya yang jauh. Di sana, orang nomor satu di Jawa Tengah itu juga menyebut Jrahi sebagai Kampung Pancasila. Tidak ada salahnya. Sebab, toleransi antar umat beragama sangat dijunjung tinggi di sana. Ada empat agama dan aliran kepercayaan yang hidup rukun berdampingan berpuluh-puluh tahun lamanya.

Terlepas dari acara seremonial, momentum kedatangan Ganjar harus dijadikan acuan untuk terus berbenah oleh Jrahi. Perbaikan segala sektor harus terus digalakan. Tujuanya, agar kampung yang ada di kaki gunung Muria itu bisa membawa kesejahteraan bagi warganya. Dan juga bisa terus mencuri perhatian bapaknya agar bisa dikunjungi lagi. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paralayang Batu, Tempat Wisata yang Ngagenin

Hanya Dua Tahun Hidup di Negara Asalnya, Afganistan

contoh proposal perpanjangan ijin operasional tpq