Bagaimana Seharusnya Merevitalisasi Kota Lama
![]() |
gambar: istimewa |
“Bukan hanya perubahan fisik. Pada dasarnya, revitalisasi merupakan upaya untuk menghidupkan benda mati. Seperti gedung dan jalan”
Revitalisasi jalan Karet dan jalan Panggung melibatkan banyak pihak. Bukan hanya pemerintah kota, sejumlah pegiat sejarah “Begandring Surabaya” juga turut mendorong program tersebut segera terwujud. Mereka berharap bukan hanya revitalisasi fisik, layaknya pengecatan.
Muhammad Khotib, ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Ampel menyampaikanya. Menurutnya, jalan Karet dan jalan Panggung memiliki nilai historis yang harus ditonjolkan. Misalnya, di jalan Panggung banyak bangunan khas Melayu.
Menurut Khotib, pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, jalan Panggung memang diperuntukan bagi orang-orang keturunan Melayu. Namanya Maleische Kamp. “Rumah-rumah yang ada di jalan Panggung juga menyerupai sebuah kawasan yang ada di Singapura,” katanya.
Maleische Kamp juga berdekatan dengan Arabische Kamp yang diperuntukan bagi keturunan orang-orang Arab. Dan Chinese Kamp yang diperuntukan bagi orang keturunan Tiongkok di Surabaya. “Kami punya sejarah. Sayang kalau dibiarkan begitu saja,” jelas Khotib.
Hal yang sama juga diungkapkan Nanang Purwono Inisiator pegiat sejarah yang lain. Menurutnya, Pemkot harus serius untuk melakukan revitalisasi jalan Karet dan jalan Panggung. Tidak seperti revitalisasi-revitalisasi sebelumnya yang dianggap gagal. “Seperti revitalisasi Kembang Jepun dan Tunjungan,” katanya.
Menurut Nanang, gagalnya revitalisasi itu disebabkan beberapa faktor. Misalnya, pemugaran kawasan lama itu tidak melibatkan masyarakat. Sehingga, setelah pembangunan fisik selesai, tidak ada aktivitas berarti. Kawasan dibiarkan begitu saja. Kalau ada event saja dipakai.
Ada beberapa catatan yang harus diperhatikan. Bagi Nanang, revitalisasi itu harus bertujuan menghidupkan benda mati, seperti gedung dan jalan. “Itu tidak cukup dilakukan dengan pengcatan. Hidupkan dengan budaya dan seni,” tegas Nanag.
Pusat Informasi dan penatan parkir ekpedisi di jalan Karet. Sebeb, kawasan tersebut selama ini dijadikan sebagai kawasan bisnis. Pada siang hari banyak truk yang melakukan bongkar-muat barang yang parkir di jalan Panggung. “Ada lahan kosong di sekitar sana. Mungkin bisa dijadikan kawasan parkir,” tegas Nanang.
Selain itu, menurut Nanang, pusat informasi untuk kawasan wisata heritage juga perlu dibuat. Misalnya dengan memanfaatkan salah satu bangunan tua untuk menjadikanya sebagai pusat Informasi.
Sementara itu, pemerintah kota menyiapkan anggaran sebesar Rp 676 juta untuk penyusunan kajian pendukung kepariwisataan dan pertanian. Dari jumlah tersebut, untuk anggaran khusus kepariwisataan tahun 2019 sebesar Rp 148 juta. Anggaran tersebut dialokasikan untuk mengkaji penataan kawasan lama seperti kampung Melayu atau jalan Panggung, dan kawasan Pecinan atau jalan Karet.
Kasi pembangunan Badan Pembangunan dan Perencanaan Kota (Bapekko) Surabaya Sudadi menyambut baik upaya warga tersebut. Dia berjanji akan menindaklanjuti usulan beberapa pegiat sejarah itu. “Kalau semangatnya sudah singkron, ke depan kita sama-sama ngawal. Beberapa catatan tadi akan segera ditindaklanjuti,” katanya.
Bukan hanya itu. Keselarasan antara Pemkot dengan masyarakat untuk merivitalisasi jalan Karet dan jalan Panggung juga akan melibatkan orang-orang yang memahami sejarah kawasan tersebut. “Kami akan menggali dari orang-orang yang paham sejarah,” katanya.
Sebelumnya, pada 10 November lalu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mulai mempercantik sebuah bangunan yang ada di jalan Karet dengan pengecatan. Sementara Begandring Surabaya sendiri adalah forum dari para pegiat sejarah di Surabaya. Seperti, Surabaya Hetitage Society (SHS), Laskar Surabaya, dan komunitas pegiat sejarah yang lain. (*)
Komentar
Posting Komentar