cerpen
MENYESAL
OLEH
: Eko Sulistyono
Embun pagi menyelimuti kota,
kabut-kabut menyapa ramah, Agus membuka pintu rumah mendapati sebuah bingkisan
terbungkus warna biru bertali pita merah. Dengan rasa penasaran ia membuka
bingkisan itu, sebuah cincin dan tulisan yang tersusun rapi. Ia mendapati bahwa
itu adalah sebuah bingkisan yang dikirim oleh kekasihnya tercinta Aya. Seorang
wanita yang mewarnai hidupnya selama 4 tahun kuliah di Jogja.
“Agus, saat menulis surat
ini aku relakan harga diriku, melampaui kodratku sebagai seorang wanita yang
belum merasakan kebahagian seperti ini layaknya kebahagiaan saat aku bersamamu.
Aku sudah tak sanggup lagi membendung rasa ini selama 4 tahun pacaran denganmu,
maka dari dalam lubuk hati yang paling dalam aku mohon padamu “maukah kamu
menikahiku”?
Agus merasakan bagai
disambar petir, perasaan bahagia, cemas khawatir dantakut seolah mengaduk dalam
hatinya. Ia bahagia bahwa kekasihnya Aya begitu mencintainya sehingga
mengjaknya menikah,namun ia cemas khawatir dan takut karena untuk saat ini Agus
belum bisa memenuhi keinginan kekasihnya. Agus masih dalam proses menyelesaikan
gelar Masternya. Bersama kegalauanya surya memilih sendiri dulu tanpa
kekasihnya karena perasaan malu yang tak mampu memenuhi permintaan Aya untuk
menikah. Sebagai seorang lelaki ia merasa lemah, menjalin hubungan tanpa
komitmen sehingga mengharuskan Aya lah yang harus meminta dilamar.
Hari demi hari terlewati
dengan Sunyi, tak ada lagi dua sejoli yang menghabiskan waktunya bersama,
menikmati indahnya hari. Kesendirian ini membuat Aya sebagai wanita merasa
kepeningan dan kegalauan yang teramat sangat. Apakah permintaanya begitu
berlebihan sehingga ia merasa digantung seperti ini?
Aya merebahkan tubuh diatas
ranjangnya yang empuk. Ia merenungkan hatinya yang sudah gundah mengingat Agus
kekasihnya yang akhir-akhir ini tidak meneleponya, apalagi datang kerumah
seperti biasanya yang dilakukan kekasihnya itu tiap malam minggu. Terlihat foto
kekasihnya sebagai pujaan hati didinding kamar. Pancaran matanya seolah
merobek-robek hati aya membuatnya semakin rindu setiap kali memandangi foto
kekasihnya itu. Ia ingin sekali memeluk dan mencurahkan segala isi hatinya betapa
ia merindukan Agus, namun ia tahu itu hanyalah sebuah bayangan belaka.
Merasa bersalah dan bimbang
bercampur menjadi satu. Merasa bersalah atas permintaanya untuk segera
melamarnya, bimbang dengan keputusan Agus yang belum mau menikahi dirinya. apakah
ia tidak benar-benar mencintaiku? Pertanyaan inilah yang terfikir oleh Aya dengan
berjuta kebingunganya. Perasaanya telah begitu dalam kepada Agus, kasihnya
tercurah dalam segala bentuk keindahan. Kasih Aya selalu terjaga demi membangun
bahtera rumah tangga dan hidup bersama Agus.
Setiap malam tak
henti-hentinya Aya bercermin menatap wajahnya memberanikan diri sembari
berbisik bahwawajah cantik, mata yang indah, bibir sensual, hidung mancung rambut panjang hitam yang terurai semuanya,
semua keindahan fisiknya adalah milik kekasihnya
bayu. Yang semuanya hanyalah menunggu keberanian Agus untuk mengucapkan kalimat
akad agar dapat dirasakan indah kehidupan dua insan yang menyatu.
Serentak Aya dikagetkan
oleh bunyi handphonya. Ternyata Agus kekasihnyaa menelepon, secepat kilat ia
meraih handponya dan menggenggam dengan kedua telapak tanganya. Diperlukan
waktu untuk ia agar mengangkat telepon kekasihnya itu, dengan parasaan khawatir
sambil memikirkan kalimat apa yang hendak diucapkan untuk menyambut bayu yang
tentu saja ia tak ingin kekasihnya itu menghilang lagi darinya. Ingin rasanya
ia ingi mengucapkan isi hati yang dipenuhi rasa kangen yang sudah tak
terbendung lagi dan ingin rasanya membuat janji bertemu berharap semuanya
terobati.
Hayalanya pudar, Maria
semakin bingung ketika belum sempat ia mengangkat telepon dari Agus tiba-tiba
suara handphonya mati. Perasaan menyesal dan kecewapun semakin membelenggu di
hatinya. Aya menyesal beribu rasa, memaki dirinya sendiri atas kebodohan yang
baru saja dilakukan, mengapa tidak segera mengangkat telepon Agus yang hanya
dengan menekan tombol hijau pada handphonya.
Aku mohon Agus, telphon aku
lagi, “ bisik aya dalam hati.
Hampir satu menit aya
bersama handphonya diam membisu, wajahnya layu bibirnya terkunci tanpa sepatah
katapun tiba-tiba hanphonya berbunyi Agus menelpon untu kedua kalinya.
Kesempatan ini tidak akan disiasiakan oleh Aya lagi. Dengan gesit ia mengngkat
telepon sambil menarik nafas dalam-dalam menyapa Agus lewat telpon dengan
mesra.
Aya
: “ya Ay?”
Agus
: “Lagi ngapain ?”
Aya
: “Aku lagi dikamar memandangi kekasihku tercinta yang beberapa waktu ini tak
ada kabar bak hilang ditelan bumi.”
Agus
: “ kok cuman memandang foto? Kamu bisa lihat aku sekarang kok, aku udah
didepan rumah ay, buruan keluar.
Aya
: “A…..apa? ya,ya….bentar aku buka pintu.”
Aya bahagia mengetahui Agus
telah barada didepan rumah. Dengan segera ia keluar dari kamar dan membuka
pintu ingin bertemu dengan Agus. Ia tercengang ketika mendapati kekasihya telah
didepan rumahnya ingin bertemu denganya. Aya pandai menyembunyikan parasaaya
yang sesungguhnya ingin sekali memeluk Agus namun ia coba menahan merasa gengsi
dan egois mewarnai hatinya sehingga aya memasang wajah masam,cuek berharap Aguslah
sebagai lelaki hendaknya yang bertindak lebih dahulu. Ia ingin agar Agus yang memulai mengucapkan
kata maaf dan memeluknya.
Nampaknya ada yang beda dengan Agus
ia lebih memilih berdiri mematung didepan pintu. Raut wajah Aya yang masam
membuat Agus lebih berdiri mematug mengurungkan niat memasuki ruang tamu
menduga salah waktu datang ketempat Aya, bahkan berniat kembali pulang.
Komentar
Posting Komentar